Senin, 25 November 2013

Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh warga negara Indonesia. Baik untuk berbicara, menulis dan melakukan kegiatan lainnya. Walaupun bahasa Indonesia tidak asing lagi untuk warga negara Indonesia, akan tetapi pelajaran bahasa Indonesia masih sangat diperlukan. Dimulai dari TK, SD, SMP,SMA bahkan di perkuliahan pun ada mata kuliah bahasa Indonesia yang bertujuan untuk mengenal perkembangan bahasa Indonesia sampai saat ini , mengetahui ragam-ragam bahasa Indonesia dan lain sebagainya. 
Berbicara tentang perkembangan bahasa Indonesia , Tidak semua warga negara Indonesia mengetahui asal muasal bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yaitu,  sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).  Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Berikut adalah rangkaian peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia :

1. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

2. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.

4. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
Pada tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

5. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

6. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

7. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

Balai Pustaka

Balai Pustaka adalah sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara. Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia "Komisi untuk Bacaan Rakyat" oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 14 September 1908. Commissie voor de Volkslectuur kemudian berubah menjadi "Balai Poestaka" pada tanggal 22 September 1917. Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Tujuan lain yang dilakukan oleh Komisi Bacaan Rakyat (KBR) yaitu menerjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa hal ini juga bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri.

Berikut ini adalah beberapa pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka :

Merari Siregar :
Azab dan Sengsara: kissah kehidoepan seorang gadis (1921)
Binasa kerna gadis Priangan! (1931)
Tjinta dan Hawa Nafsu

Marah Roesli:
Siti Nurbaya
La Hami
Anak dan Kemenakan

Nur Sutan Iskandar:
Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan
Hulubalang Raja (1961)
Karena Mentua (1978)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)

Abdul Muis:
Pertemuan Djodoh (1964)
Salah Asuhan
Surapati (1950)

Tulis Sutan Sati:
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Tak Disangka
Tak Membalas Guna
Memutuskan Pertalian (1978)

Aman Datuk Madjoindo:
Menebus Dosa (1964)
Si Tjebol Rindoekan Boelan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya

Suman Hs. :
Kasih Ta’ Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)

Adinegoro :
Darah Muda
Asmara Jaya

Sutan Takdir Alisjahbana:
Tak Putus Dirundung Malang
Dian jang Tak Kundjung Padam (1948)
Anak Perawan Di Sarang Penjamun (1963)

Hamka :
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1957)
Tuan Direktur (1950)
Didalam Lembah Kehidoepan (1940)

Anak Agung Pandji Tisna :
Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1975)
Sukreni Gadis Bali (1965)
I Swasta Setahun di Bedahulu (1966)

Said Daeng Muntu:
Pembalasan
Karena Kerendahan Boedi (1941)

Marius Ramis Dayoh:
Pahlawan Minahasa (1957)
Putra Budiman: Tjeritera Minahasa (1951)

Ejaan Soewandi

Ejaan Soewandi berasal dari nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan Soewandi atau disebut juga Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Beberapa contoh ejaan yang membedakan Ejaan Soewandi dengan Ejaan Van Ophuijsen ialah:

- Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.

- Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.

- Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.

- awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' yang menunjukkan kata keterangan tempat pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' yang menunjukkan kata kerja pada dibeli, dimakan.Ejaan Soewandi ini berlaku sampai 

tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Delapan tahun setelah Suwandi meninggal dunia, Ejaan Soewandi kemudian diganti dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) hingga sekarang. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975. Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

perubahan: 
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
tjchc
djjj
chkhkh
njnyny
sjshsy
jyy
oe*uu


Sumber :


Minggu, 24 November 2013

Ragam Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia juga memiliki berbagai ragam, yang dimaksud ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian, perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang. Dalam setiap individu  tidak mungkin menggunakan gaya bahasa yang sama, pasti tiap-tiap individu memiliki gaya tersendiri dalam berbahasa, media yang digunakan juga juga bisa ragam tulis maupun lisan ,maupun ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra. Pengertian Ragam Bahasa menurut para ahli :
Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”

Menurut Dendy Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.”

Ragam Bahasa terdapat dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Ragam Lisan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Ragam Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terikat oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya memerlukan kehadiran orang lain, unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, terikat ruang dan waktu dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. Ragam Lisan meliputi ragam bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah dan ragam bahasa panggung. 
Ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai.

2. Ragam Tulis

Ragam Tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:

a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

3. Ragam Sosial

Ragam sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan social yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosial orang yang menjadi lawan bicara. Tiap individu akan melakukan pemilihan kata yang tepat sebagai contoh pengucapan kata 'kamu' akan diucapkan jika lawan bicaranya adalah teman , berbeda jika berbicara dengan orang yang memiliki kedudukan sosial lebih tinggi seperti Kepala sekolah, Presiden dan lain sebagainya.

4. Ragam fungsional

Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam professional merupakan ragam bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemuaan ragam ini memiliki fungsi pada dunia itu sendiri.

Ragam Kedokteran

Ada empat hal yang membuat seorang dewasa dapat kehilangan daya penglihatannya. Yang pertama kelainan di kornea, lalu kelainan lensa, kelainan di retina, dan terakhir di pusat saraf pengolah data yang datang dari mata. Kelainan kornea dapat diatasi dengan transplatasi kornea yang dilakukan di Indonesia sudah banyak dilakukan. Demikian pula kelainan lensa. Katarak misalnya, sudah bukan hal sulit lagi mengindikasi adanya gangguan fungsi di bagian otak.

Ragam Agama

Dalam Al-Quran dijelaskan pengelompokan ajaran Islam secara garis besar adalah akidah, syariah, dan akhlak. Ajaran Islam merupakan landasan yang mendasari seluruh aktivitas kehidupan Islami. Sistem keyakinan dalam ajaran Islam dibangun dalam enam landasan yang disebut rukun iman. Syariah adalah peraturan yang diberikan Allah SWT untuk mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan manifestasi dari akidah dan syariah yang bersifat sakral, absolut, imperatif, akurat, universal, dan memiliki makna ukhrowi.

5. Ragam Jurnalistik

Kalau membahas mengenai jurnalistik , pasti yang terlintas adalah wartawan. Wartawan sangat terkait dengan jurnalistik itu sendiri karena tugas dari wartawan itu berkaitan dengan pemberitaan atau penyebarluasan suatu informasi dalam bentuk berita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jurnalistik menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. Bahasa yang digunakan wartawan dalam dalam menulis karya jurnalistik dalam media massa disebut sebagai bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Pada dasarnya bahasa jurnalistik digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalislah yang bisa disebut sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers. 
Ragam bahasa jurnalistik itupun memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang dapat membedakan ragam bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa yang lain. Dan bahasa jurnalistik yang baik itu haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan-susunan kalimat yang benar dan pemilihan kata yang tepat. Bahkan laras bahasa jurnalistik itupun termasuk dalam laras bahasa baku.
karena keterbatasannya bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Sifat-sifat khas ini menurut Badudu (Suroso, 2001), yaitu :

a. Singkat, yaitu harus menghindari penjelasan yang bertele-tele.

b. Padat, yaitu bahasa yang singkat itu sudah mampu menyampaiakn informasi yang lengkap. Menerapkan prinsip 5W+1H, membuang kata-kata mubazir serta menerapkan ekonomi kata.

c. Sederhana, yaitu bahsa jurnalistik sedapat mungkin memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, prakits, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).

d. Lugas, yaitu mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.

Sabtu, 09 November 2013

karya ilmiah

Kalau bicara tentang karya ilmiah, pasti tidak jauh dari penelitian.Hasil dari penelitian tersebut dibuat menjadi suatu laporan yang dinamakan karya ilmiah. singkatnya, karya ilmiah adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Karya Ilmiah dapat dibuat oleh siapa saja. tapi pada umumnya, karya ilmiah seringkali menjadi tugas mahasiswa di perguruan tinggi baik jenjang diploma maupun sarjana. Tugas membuat karya ilmiah dapat berupa makalah, laporan praktikum maupun tugas akhir.
Terdapat banyak jenis-jenis karya ilmiah , yaitu :

1. Karya ilmiah dapat berupa Makalah, makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data dilapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif.

2. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya. Skripsi biasa ditemukan pada tugas akhir mahasiswa S1 sebagai syarat kelulusan.

3. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.

4. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). 

Dilihat dari jenis-jenis karya ilmiah diatas, penulisan karya ilmiah tidak hanya bertujuan untuk melatih keterampilan dasar untuk melakukan suatu penelitian , tapi juga untuk melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis serta mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi wahana transformasi pengetahuan untuk orang-orang yang membaca karya ilmiah tersebut. Disamping tujuan tersebut, penulisan karya ilmiah juga memiliki beberapa manfaat yaitu untuk melatih  mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis, memperoleh kepuasan intelektual, memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.

Dalam penulisan karya ilmiah , harus diperhatikan pula sistematika dalam penulisan karya ilmiah. Yaitu sebagai berikut :

A. BAGIAN PEMBUKA
1. Halaman Sampul
2. Halaman Judul
3. Halaman Pengesahan
4. Abstraksi
5. Kata Pengantar
6. Daftar Isi
7. Daftar Tabel, Gambar, Grafik, dll.

B. BAGIAN ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakangg Masalah
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan masalah
1.6 Definisi Istilah (Boleh ada, boleh tidak)
1.7 Hipotesis

BAB II KAJIAN PUSTAKA/LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Teknik Analisis Data
3.6 Desain Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan

BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

C. BAGIAN AKHIR
Daftar Pustaka
Lampiran
Biodata Peneliti




sumber:


Senin, 04 November 2013

Mall atau Taman Kota?

Kota Tangerang merupakan salah satu kota industri terbesar di Banten. Hal ini mengakibatkan lingkungan menjadi tercemar, khususnya polusi udara. Biasanya polusi ini dihasilkan oleh asap-asap pabrik yang berada di daerah Tangerang. Oleh sebab itu dibutuhkan penanggulangan dari polusi udara tersebut, salah satunya dengan membuat taman kota. Memang di kota Tangerang sudah memiliki beberapa taman kota, misalnya saja yang berada di daerah Cipondoh dan Daan Mogot. Akan tetapi taman kota yang sudah tersedia tidak dipelihara dan dirawat dengan baik, sehingga tidak bisa dimanfaatkan dan digunakan secara maksimal. Padahal, ditinjau dari fungsinya, pohon dan tanaman berguna untuk mengikat karbondioksida yang tercemar diudara dan mengeluarkan oksigen baru sehingga menghasilkan udara yang bersih.

Di samping itu, taman kota juga bisa dijadikan sebagai tempat wisata untuk para wisatawan baik dari dalam kota ataupun luar kota sebagai taman bermain dan tempat berolahraga santai seperti jogging. Selain yang telah disebutkan, taman kota juga memiliki peran kecil sebagai penambah devisa kota. Biasanya, untuk masuk ke dalam taman kota diberlakukan harga tiket masuk. Meskipun tak seberapa, tapi itu juga mempengaruhi sedikit penambahan untuk devisa kota. Memang jika dibandingkan dengan mall, taman kota hanya memiliki peranan kecil dalam penambahan devisa kota. Mall-lah yang memiliki peranan sangat besar untuk penambahan devisa kota. Dengan adanya pembangunan mall di kota Tangerang, pendapatan Kota Tangerang akan semakin bertambah, karena lahan-lahan yang di pakai untuk membuka usaha di mall tersebut akan dikenakan pajak yang akan masuk ke dalam kantung Devisa Kota Tangerang.

Belakangan ini, mall juga merupakan salah satu tempat yang lebih banyak dipilih oleh masyarakat sekitar sebagai tempat hiburan. Mall juga bisa menjadi magnet untuk menarik para pendatang dari luar kota. Namun dalam pembangunan mall lebih banyak menggunakan lahan yang luas yang sebenarnya lahan luas tersebut bisa dijadikan sebagai tempat penghijauan di kota tangerang yang lebih bisa bermanfaat untuk menanggulangi polusi udara.

“Saya pikir Tangerang lebih membutuhkan taman kota dibanding Mall, karena tidak semua orang suka berpergian ke Mall. Sebagian orang berpikir kalau pergi ke Mall itu harus membawa uang yang lebih. Sedangkan semua orang bisa pergi ke taman kota. Selain biaya masuknya yang murah, taman kota juga bisa untuk bersantai dengan keluarga.” Menurut Imam, salah satu pengunjung mall. Berbeda dengan pendapat Jodi, pengunjung lainnya di Mall yang sama, “Sepertinya mall lebih dibutuhkan di Tangerang. Dilihat dari penduduk yang semakin bertambah, maka keberadaan mall sangat dibutuhkan, karena mall memudahkan mereka untuk membeli kebutuhan hidup.”

Sebenarnya keberadan mall dan taman kota sama-sama sangat dibutuhkan oleh kota Tangerang. Di satu sisi taman kota dibutuhkan untuk menanggulangi polusi udara, sedangkan di sisi lain mall dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Jadi, harus adanya keseimbangan pembagian lahan anatara pembangunan mall dan taman kota.